18.2.15

Love is strange

Di saat kata orang Februari adalah bulan penuh cinta, gue justru lagi merasa tertekan dan mulai berujung pada stress karena over-thinking. NGGAK, bukan karena cinta. You know, that kind of love... A lovey-dovey thing. Nope. There's so much to thinking about, and love isn't one of them.

Kata orang, kadang masalah itu tercipta karena kita yang over-thinking. Iya, ya? Mungkin iya. Mungkin gue yang terlalu memikirkan semuanya. Gue adalah tipe orang yang akan memikirkan semuanya sepanjang hari--apalagi ketika mau tidur. Semua pikiran numpuk, sampai akhirnya nggak bisa tidur padahal sudah jam 3 pagi.

Jadwal & timeline kegiatan gue sudah mulai super padat di Februari ini, dan kemungkinan akan berlanjut setidaknya sampai bulan Mei. Gue yakin pasti akan capek, tapi katanya kalau jalan lo mulus-mulus aja, nggak akan ngebawa lo kemana-mana kan? Dengan jalan yang penuh rintangan ini, gue harap bisa membawa gue ke suatu tempat. Bukan secara harafiah.

Di waktu-waktu seperti ini, emang rasanya menyenangkan sih kalau ada orang yang bisa menjadi sumber penyemangat. Bisa jadi pelarian ketika lo capek, ngedengerin cerita-cerita absurd lo yang nggak penting, atau cuma sekadar diam di sebelahnya--tanpa harus berkata apa-apa--but you feel loved. Gue nggak munafik, bahwa gue tetap memikirkan itu juga, dan kadang gue kangen dengan hal-hal seperti itu. Cinta adalah kebutuhan dasar manusia, nggak usah mengelak. Kalau kata Leonardo da Vinci, life without love, is no life at all. Segitu pentingnya cinta bagi da Vinci dalam kehidupan manusia.

Once in a while, in the middle of ordinary life, love gives us a fairy tale.
Seru rasanya membayangkan di tengah kehidupan lo yang padat--atau yang biasa-biasa aja, cinta bisa datang tiba-tiba dan ngasih lo kesempatan untuk hidup dalam dunia dongeng. Gue kadang lucu ngebayangin how tough a woman or a man is, tetapi ketika keduanya saling mencintai dan bertemu, mereka seperti dua orang paling lemah. Love is strange and mysterious.

Bunda selalu bilang bahwa gue terlalu cuek. Gue terlihat terlalu tough untuk seorang perempuan. Really? Apakah itu juga yang dilihat orang-orang?
Meskipun gue nggak pernah merasa se-tough itu, tapi entah kenapa gue nggak merasa takut dengan predikat tersebut. I mean, gue malah bangga dibilang perempuan tough yang bisa melakukan semuanya sendiri. Why do I need to depend everything on a man?

No, gue nggak bilang gue tidak butuh laki-laki. But I think the right people will come in the right time. There's nothing to worry about, and that's whyyyy I hate so much label-label 'jomblo ngenes' atau apapun yang mengesankan bahwa jadi jomblo begitu menderita. Like, seriously?! Segitu rendahnya kah definisi bahagia di kalangan anak muda sekarang? Begitu bodohnya kah, sampai-sampai yang dipikirkan hanya masalah cinta?

Mungkin gue terlihat cuek untuk urusan semacam ini, tapi dicuekin bagi gue nggak asik sih. Se-tough dan se-strong apapun kelihatannya, orang bisa menjadi sooo weak ketika menyangkut soal perasaan. Kemarin, gue sempat lihat sebuah kutipan lucu yang bunyinya, 'jangan baper. Orang dia cuma iseng.'

Bagi gue sebuah kalimat yang lucu dan miris sih, karena membayangkan orang-orang yang perasaannya hanya dijadikan sebuah objek keisengan dan dibercandain. Teman dekat gue mengalaminya, dan gue tahu itu pasti menyakitkan sekali. Ketika lo sudah bersusah payah membuka diri, membuka hati, tapi nyatanya orang tersebut pergi begitu aja seolah nothing ever happened. Lo mulai bertanya-tanya apa dan siapa yang salah.

Cinta memang serumit dan segila itu. Tapi katanya, untuk jatuh cinta caranya begitu sederhana. Love is so complicated yet so simple. Love is stupid, terrifying, strange, and beautiful at the same time. And above of all, love is all you need.

Untuk kamu, pejuang cinta. Apapun cinta yang sedang kamu perjuangkan, perjuangkanlah dengan sepenuh hati.
Tak ada cinta yang tak pantas untuk diperjuangkan. 
Tidak ada penyesalan yang lebih dalam daripada sebuah perasaan yang tidak terungkapkan. 

No comments:

Post a Comment